Powered By Blogger

Selasa, 22 Maret 2011

Karena Kecewa Kita Belajar

Anak kecewa pada orang tua, orang tua kecewa pada anaknya. Istri kecewa pada suami, suami kecewa pada istrinya. Kakak kecewa pada adiknya, adik kecewa pada kakaknya.. dan seterusnya. Itu adalah masalah yang masih dalam tataran keluarga yang relatif kecil ruang lingkupnya. Bagaimana dengan lingkaran yang lebih luas, katakanlah negara? Ketika ada yang kecewa dan mereka menjadi kumpulan orang-orang yang kecewa tentu akan makin rumit persoalannya.
Bila kita kecewa pada anak kita, apakah kita akan menggantinya dengan anak orang lain? Ketika kita kecewa pada suami kita apakah kita akan mencari suami pengganti? Ketika kita kecewa pada ketua RT, Ketua RW, Lurah, bahkan Camat dimana kita tinggal, apakah kita akan memutuskan pindah dari rumah yang kita tinggali sekarang? Tentu saja tidak semudah itu kan? Semua pasti pernah mengalami kecewa, dengan keluarga, teman, sahabat, guru bahkan Presiden sekali pun. Ternyata kecewa itu ada dimana-mana dan milik semua orang.Tapi tak semudah kita ingin mengganti alas kaki ketika kita ingin menjauhi atau menggantikannya dengan orang lain orang yang kita anggap tak akan mengecewakan.
Kecewa bisa ada karena diawali dengan cinta, karena cinta menumbuhkan harapan-harapan. Dengan berjalannya waktu ada yang sesuai harapan yang menumbuhkan harapan baru berikutnya. Yang sangat tidak mengenakkan ketika ada jarak yang jauh antara harapan dan realita yang ada, maka lahirlah kekecewaan.
Orang yang pesimis akan menyikapi kekecewaan dengan penyesalan-penyesalan. Menyesal karena pernah berharap. Menyesal karena harapannya tak menjadi nyata. Padahal ia lupa, kenyataan yang sesuai dengan harapan seringkali harus berproses bersama kekecewaan-kekecewaan itu sendiri. Dan bahwa dirinya pun pernah mengecewakan orang lain sebagaimana orang lain pernah mengecewakan dirinya.
Orang bijak akan menyikapi rasa kecewa itu dengan melakukan yang sebaliknya. Dalam artian, rasa kecewa itu ia 'manage' sedemikian rupa sehingga menjadi kecewa yang produktif, ia tak akan membiarkan dirinya larut dalam kekecewaan, yang ada dalam benaknya adalah bagaimana memanfaatkan momentum kekecewaan itu agar lebih melipatgandakan lagi energinya dalam bekerja dan bekerja... berkarya dan berkarya. Di saat sepi atau di tengah keramaian. Dilihat atau tidak dilihat. Dipublish atau sepi popularitas.

Tidak ada komentar: