Powered By Blogger

Senin, 28 Maret 2011

Yes, Bayar Zakat Kurangi Pajak


Polkam / Senin, 28 Maret 2011 21:09 WIB

Metrotvnews.com, Jakarta: 
Pemerintah dan DPR sedang menggodok rancangan undang-undang tentang pengelolaan zakat infaq dan sodaqoh. Salah satu wacana yang muncul adalah pengurangan kewajiban pajak apabila seseorang sudah membayar zakat.

"Kita mengusulkan agar diwacanakan zakat itu bisa menjadi pengurangan pajak," kata Wakil Ketua Komisi VIII, Ahmad Zainuddin saat rapat kerja dengan Menteri Agama Suryadharma Ali, perwakilan Kementerian Sosial, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Hukum dan HAM di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (28/3).

Ahmad menjelaskan usulan tersebut bertujuan mencegah tumpang tindih antara dana pajak dan zakat. Ia menjamin pendapatan negara tidak akan berkurang bila wacana itu terealisasi.

"Tujuan keduanya sama, supaya nggak dua kali bayar, karena bayar zakat itu sebagian dari pajak," kata dia.

Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Didin Hafinudin pun mendukung wacana itu. Didin mengatakan bahwa sasaran pajak dan zakat adalah sama, yakni pengentasan kemiskinan. Karena itu, wacana ini sangat baik untuk direalisasikan.

"Misalnya ada kewajiban pajak Rp15 juta, lalu dia sudah bayar zakat Rp2 juta itu bisa dikurangi," jelasnya.

Sementara itu, Menteri Agama Suryadharma Ali menolak ide tersebut tercantum dalam RUU 
Zakat, namun diatur dalam UU Perpajakan.(Andhini)

Selasa, 22 Maret 2011

Karena Kecewa Kita Belajar

Anak kecewa pada orang tua, orang tua kecewa pada anaknya. Istri kecewa pada suami, suami kecewa pada istrinya. Kakak kecewa pada adiknya, adik kecewa pada kakaknya.. dan seterusnya. Itu adalah masalah yang masih dalam tataran keluarga yang relatif kecil ruang lingkupnya. Bagaimana dengan lingkaran yang lebih luas, katakanlah negara? Ketika ada yang kecewa dan mereka menjadi kumpulan orang-orang yang kecewa tentu akan makin rumit persoalannya.
Bila kita kecewa pada anak kita, apakah kita akan menggantinya dengan anak orang lain? Ketika kita kecewa pada suami kita apakah kita akan mencari suami pengganti? Ketika kita kecewa pada ketua RT, Ketua RW, Lurah, bahkan Camat dimana kita tinggal, apakah kita akan memutuskan pindah dari rumah yang kita tinggali sekarang? Tentu saja tidak semudah itu kan? Semua pasti pernah mengalami kecewa, dengan keluarga, teman, sahabat, guru bahkan Presiden sekali pun. Ternyata kecewa itu ada dimana-mana dan milik semua orang.Tapi tak semudah kita ingin mengganti alas kaki ketika kita ingin menjauhi atau menggantikannya dengan orang lain orang yang kita anggap tak akan mengecewakan.
Kecewa bisa ada karena diawali dengan cinta, karena cinta menumbuhkan harapan-harapan. Dengan berjalannya waktu ada yang sesuai harapan yang menumbuhkan harapan baru berikutnya. Yang sangat tidak mengenakkan ketika ada jarak yang jauh antara harapan dan realita yang ada, maka lahirlah kekecewaan.
Orang yang pesimis akan menyikapi kekecewaan dengan penyesalan-penyesalan. Menyesal karena pernah berharap. Menyesal karena harapannya tak menjadi nyata. Padahal ia lupa, kenyataan yang sesuai dengan harapan seringkali harus berproses bersama kekecewaan-kekecewaan itu sendiri. Dan bahwa dirinya pun pernah mengecewakan orang lain sebagaimana orang lain pernah mengecewakan dirinya.
Orang bijak akan menyikapi rasa kecewa itu dengan melakukan yang sebaliknya. Dalam artian, rasa kecewa itu ia 'manage' sedemikian rupa sehingga menjadi kecewa yang produktif, ia tak akan membiarkan dirinya larut dalam kekecewaan, yang ada dalam benaknya adalah bagaimana memanfaatkan momentum kekecewaan itu agar lebih melipatgandakan lagi energinya dalam bekerja dan bekerja... berkarya dan berkarya. Di saat sepi atau di tengah keramaian. Dilihat atau tidak dilihat. Dipublish atau sepi popularitas.

Minggu, 20 Maret 2011

Mengambil Hikmah dari Sebuah Pensil


Manusia yang cerdas adalah yang selalu bisa mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang dialami, baik dari pengalaman sendiri maupun dari orang lain, bahkan bisa jadi dari alat ataupun benda di sekitar kita berada. Berikut ini kisah inspiratif yang bisa diambil hikmahnya, percakapan antara seorang anak dan neneknya. 

Suatu ketika, ada seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat.

"Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? atau tentang aku?"

Mendengar pertanyaan si cucu, sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya, "Sebenarnya nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi tulisan ini yaitu pensil yang nenek pakai."

"Nenek harap kamu dapat seperti pensil ini ketika kamu besar nanti" ujar si nenek.

Mendengar jawab ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya kembali kepada si nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil yang nenek pakai.

"Tapi nek sepertinya pensil itu sama saja dengan pensil yang lainnya." Ujar si cucu.

Si nenek kemudian menjawab, "Itu semua tergantung bagaimana kamu melihat pensil ini."

"Pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup, kalau kamu selalu memegang prinsip-prinsip itu di dalam hidup ini."

Si nenek kemudian menjelaskan 5 kualitas dari sebuah pensil.

"Kualitas pertama, pensil mengingatkan kamu kalau kamu bisa berbuat hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendak-Nya".

"Kualitas kedua, dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek. Rautan ini pasti akan membuat si pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, si pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik".

"Kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar".

"Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu".

"Kualitas kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan. Seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang kamu perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan".

Tidak ada manusia yang sempurna, namun selalu ada jalan untuk memperbaiki ketidaksempurnaan itu, dan mengambil hikmah dari sebuah pensil adalah sebagai cara untuk selalu memperbaiki diri, meningkatkan kualitas dan selalu menjadi pribadi yang handal baik untuk keluarga, lingkungan dan tentunya Sang Khalik, wallahu'alam bishowab.
dari sebuah sumber

Senin, 07 Maret 2011

Bagaimana Majikan 'Melayani' Pembantu?


Posisi jabatan pembantu rumah tangga, kini hampir selalu ada di setiap keluarga. Kondisi zaman yang membuat pasangan suami istri menjadi begitu sibuk menjadikan profesi pembantu rumah tangga ini kini menjadi kebutuhan yang cukup mendesak bagi keluarga.
Nabi Muhammad saw memberikan teladan yang sangat baik dalam memperlakukan pelayannya. Salah seorang pelayannya, Anas bin Malik, berkisah bahwa selama sebelas tahun dirinya menjadi pembantu di rumah tangga Rasul, belum pernah sekalipun Rasul marah padanya. Juga dalam banyak kesempatan lain, sang Rasul memberikan arahan, bagaimana seharusnya seorang majikan memperlakukan pelayannya.
Ditegaskan bahwa selama seorang menjadi pembantu di rumah kita, maka segala keperluannya pun ada dalam tanggungan kita. Ini berarti, sang pembantu sudah harus dianggap sebagai bagian dari keluarga, bukan? Sebagai sang empunya rumah kita tetap harus memberikan pakaian dan makanan yang baik dan layak bagi mereka. Bahkan ada larangan untuk membeda-bedakan makanan yang diberikan untuk pembantu. Tak mengapa jika sedikit lebih sederhana namun harus wajar dan manusiawi. Akan jauh lebih baik jika disamakan saja dengan kualitas makanan bagi keluarga yang lain.
Yang kerap menjadi masalah adalah karena sebagian besar masyarakat memandang posisi pembantu rumah tangga ini hanya sebatas profesi informal, yang tak memerlukan aturan-aturan khusus. Akhirnya terjadi ketimpangan, ketika semua aturan harus berasal dari majikan. Majikanlah yang berhak dan bebas menentukan aturan sesuai kehendak hatinya, sementara sang pembantu tinggal menjalankan kewajiban untuk mematuhinya. Bahkan undang-undang ketenagakerjaan pun tak bisa menyentuh wilayah ini, karena bukan dianggap sektor formal. Akhirnya, nasib para pembantu rumah tangga ini pun menjadi sangat tergantung pada kebaikan hati majikannya.
Dalam kondisi seperti ini, seharusnya majikanlah yang berinisiatif untuk bisa menghargai pembantu layaknya seperti juga karyawan yang bekerja dalam perusahaannya. Karyawan yang harus diperjelas hak dan kewajibannya dan disampaikan sebelumnya kepada yang bersangkutan, agar dia pun mengerti sejauh mana batasan hak dan kewajibannya. Bahkan ketika majikan melakukan kesalahan dari aturan yang telah disepakati sebelumnya, semestinya pembantu pun punya hak untuk menuntutnya.


sumber : irawadi istadi